Imparsial: Polri Berhasil Turunkan Kasus Pelanggaran Kebebasan Beragama dalam 3 Tahun Terakhir
Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, memberikan penghargaan atas capaian Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam menangani kasus pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia. Dalam tiga tahun terakhir, di bawah kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, terjadi penurunan signifikan dalam jumlah kasus pelanggaran kebebasan beragama.
“Selama tiga tahun terakhir, khususnya di masa kepemimpinan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Polri berhasil menunjukkan peningkatan dalam pemenuhan hak kebebasan beragama atau berkeyakinan. Ini terlihat dari penurunan jumlah kasus pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan,” kata Ardi, dalam keterangan resminya, Rabu (11/12/2024).
Ardi menjelaskan bahwa Polri memiliki peran penting dalam mencegah, menangani, hingga memediasi konflik dengan tetap menjunjung tinggi prinsip hak asasi manusia (HAM). Ia mengungkapkan bahwa pada tahun 2021 terdapat 28 kasus pelanggaran kebebasan beragama, pada 2022 terdapat 23 kasus, pada 2023 jumlahnya menurun menjadi 18 kasus, dan hingga November 2024 tercatat ada 20 kasus.
“Penurunan jumlah kasus ini tidak boleh disimpulkan sebagai keberhasilan total dalam pemenuhan kebebasan beragama di Indonesia. Setiap kasus menunjukkan ada hak warga negara yang dilanggar dan menjadi korban,” jelasnya.
Ardi juga mencatat inisiatif progresif dari Polri, termasuk memfasilitasi dialog antarkelompok agama atau kepercayaan. Beberapa kasus yang berpotensi menimbulkan konflik agama berhasil diredam melalui fasilitasi dialog oleh kepolisian. Contohnya, pada tahun 2021, Polres Tulang Bawang, Lampung, berhasil memediasi penolakan rumah ibadah oleh sekelompok warga, dan pada tahun 2023, tindakan tegas diambil terhadap Kapolres Kulon Progo yang lalai dalam mencegah pelanggaran kebebasan beragama.
Dalam tiga tahun terakhir, Imparsial juga mencatat pembentukan unit keamanan berbasis kerukunan di sejumlah daerah. Unit ini bertugas memantau potensi konflik dan mengedepankan pendekatan preventif yang persuasif. Di beberapa daerah, Polri juga aktif melakukan sosialisasi kerukunan antarumat beragama melalui program safari Jumat.
Meskipun demikian, Imparsial memberi catatan khusus kepada Polri terkait penanganan kasus berbasis agama yang kadang masih berorientasi pada keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), tetapi mengabaikan pemenuhan HAM.
“Dalam beberapa kasus, Polri masih terlihat tunduk pada kehendak kelompok mayoritas, yang mengarah pada favoritisme,” kata Ardi.
Ardi menekankan bahwa Polri perlu merumuskan kebijakan internal yang bisa menjadi panduan bagi anggotanya dalam pencegahan dan penanganan kasus kebebasan beragama atau berkeyakinan berdasarkan prinsip dan norma HAM. Dengan demikian, Polri dapat lebih efektif dalam menjaga dan menjamin kebebasan beragama serta mencegah pelanggaran yang merugikan hak-hak warga negara.