DPR: Pemerintah Dapat Tunda Kenaikan PPN 12% Tanpa Revisi UU
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit, mengungkapkan bahwa rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 dapat ditunda tanpa perlu melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurutnya, pemerintah memiliki kewenangan untuk menunda kenaikan tersebut dengan persetujuan DPR.
“Perubahan undang-undang tidak diperlukan karena aturan tersebut sudah memberikan kewenangan kepada pemerintah. Kalau pemerintah ingin menurunkan atau menunda tarif, itu bisa dilakukan asalkan mendapat persetujuan DPR,” jelas Dolfie saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Kamis (21/11/2024).
Fleksibilitas Tarif PPN dalam UU HPP
Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN memang direncanakan naik menjadi 12% mulai tahun 2025. Namun, Pasal 7 ayat 3 memberikan fleksibilitas kepada pemerintah untuk menyesuaikan tarif PPN dalam rentang 5% hingga 15%, berdasarkan kondisi ekonomi dan kebutuhan pembangunan nasional. Perubahan ini dapat dilakukan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) setelah melalui pembahasan dengan DPR.
“Tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%, tergantung perkembangan ekonomi dan kebutuhan pembangunan,” bunyi Pasal tersebut.
Menunggu Arahan Presiden
Dolfie menjelaskan bahwa Komisi XI DPR RI sebelumnya telah mempertanyakan rencana kenaikan PPN ini kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Saat itu, pemerintah menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai kenaikan tarif PPN akan menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
“Ketika pembahasan APBN 2025, kami sudah bertanya apakah tarif PPN 12% tetap akan diberlakukan atau diturunkan, mengingat situasi ekonomi. Jawaban pemerintah adalah menunggu arahan presiden yang baru. Hingga kini, sepertinya keputusan tersebut masih menunggu arahan terbaru dari Presiden,” jelas Dolfie.
Pandangan Ketua Komisi XI
Ketua Komisi XI DPR RI, Misbakhun, juga menegaskan bahwa keputusan kenaikan PPN menjadi 12% sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Menurutnya, UU HPP sudah memberikan kerangka kerja yang fleksibel untuk menyesuaikan kebijakan pajak dengan kondisi ekonomi.
“Program kenaikan tarif PPN ini telah diatur sejak 2021 melalui UU HPP. Namun, situasi saat ini berbeda, dengan daya beli masyarakat yang menurun dan penurunan jumlah kelas menengah hingga hampir 10 juta orang. Keputusan sekarang ada di pemerintah, apakah mereka akan mempertimbangkan kondisi ekonomi ini atau tetap memberlakukan kenaikan tarif di 2025,” ujar Misbakhun.
Ia menambahkan bahwa jika pemerintah tidak menunda kenaikan, maka keputusan itu mencerminkan keyakinan bahwa kondisi ekonomi masih stabil dan tidak terdampak signifikan.
Kesimpulan
Kenaikan PPN menjadi 12% di tahun 2025 masih menjadi topik yang terus dibahas. Meski diatur dalam UU HPP, penyesuaian tarif tetap memungkinkan berdasarkan kondisi ekonomi nasional. Keputusan akhir kini berada di tangan pemerintah, dengan arahan Presiden menjadi faktor penentu.