Pemerintah Fokus Pada Perdagangan Karbon untuk Maksimalkan Potensi Aset Hijau
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), tengah merencanakan sebuah kebijakan yang membatasi usia penggunaan media sosial bagi anak-anak. Langkah ini terinspirasi oleh kebijakan yang telah diterapkan di Australia, di mana anak-anak di bawah usia 16 tahun dilarang mengakses media sosial. Apabila platform media sosial gagal mencegah anak-anak di bawah umur untuk membuat akun, mereka dapat dikenakan denda yang cukup besar, yakni hingga 49,5 juta dolar Australia (sekitar Rp 250 miliar).
Penerapan aturan ini tentunya akan mengubah kebiasaan anak-anak yang selama ini aktif berselancar di dunia maya. Orangtua di Indonesia pun dihadapkan dengan tantangan baru, yaitu mencari alternatif agar anak-anak tetap bisa mengisi waktu luang mereka tanpa media sosial. Beberapa ibu rumah tangga di Tangerang Selatan, seperti Dzakia Nisa, menyambut positif rencana kebijakan ini. Bagi Nisa, media sosial lebih banyak memberi dampak negatif bagi anak-anak, dengan konten-konten yang tidak sesuai untuk usia mereka.
“Setuju saja kalau aturan ini diterapkan, apalagi untuk anak-anak di bawah umur. Media sosial lebih banyak berisi hal-hal yang tidak bermanfaat bagi anak-anak,” ujar Dzakia kepada Kompas.com. Ia juga menambahkan bahwa ia lebih sering mengajak anak-anaknya bermain di taman atau beraktivitas di luar rumah untuk menghindari mereka bermain gadget. “Anak-anak saya lebih suka membaca atau bermain di luar, apalagi sekarang sudah banyak tempat terbuka hijau yang menyediakan fasilitas bermain,” tambahnya.
Selain itu, Roro, seorang ibu rumah tangga dengan dua anak, mengungkapkan bahwa ia juga tidak khawatir jika kebijakan tersebut diterapkan. Roro mengatakan, ia dapat mencari alternatif aktivitas lain seperti permainan kreatif di rumah, seperti mewarnai atau eksperimen ilmiah yang mendidik. “Kami bisa membuat permainan sendiri atau mengajak anak-anak bereksperimen. Saat ini banyak juga kegiatan edukatif yang menggabungkan unsur belajar dan bermain,” ujar Roro.
Namun, tidak semua orangtua setuju dengan kebijakan tersebut tanpa pertimbangan. Riska Sariyanti, ibu rumah tangga di Jakarta Barat, mengungkapkan bahwa anak-anaknya akan merasa bosan jika tidak diberikan akses ke media sosial atau gadget. Untuk itu, ia berencana mendaftarkan anak-anaknya ke tempat les agar tetap memiliki kegiatan positif. “Saya akan cari tempat les seperti les bahasa Inggris, les renang, atau les menari, supaya anak-anak tetap memiliki aktivitas yang bermanfaat,” jelas Riska.
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan meningkatnya penggunaan media sosial, pemerintah Indonesia tampaknya berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan platform digital yang tidak terkontrol. Meskipun kebijakan ini mendapat dukungan dari beberapa orangtua, mereka tetap dituntut untuk berkreasi dalam mencari alternatif kegiatan yang bermanfaat bagi anak-anak mereka di luar dunia maya.