Komisi X DPR Desak Pencabutan Gelar Dokter PPDS yang Perkosa Anak Pasien Sebagai Efek Jera

Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani, menyoroti kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Priguna Anugerah P, seorang dokter residen anestesi PPDS FK Unpad, terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung. Lalu menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual harus diberikan hukuman yang tegas.

“Saya ingin menegaskan sikap kami, bahwa segala bentuk kekerasan seksual, dalam konteks apa pun, tidak dapat diterima, terlebih jika dilakukan oleh individu yang berasal dari lembaga pendidikan tinggi,” ujar Lalu kepada wartawan pada Kamis (10/4/2025).

Lalu menambahkan bahwa kasus ini harus dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat regulasi anti kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Ia juga meminta agar gelar yang dimiliki oleh Priguna dicabut sebagai bentuk efek jera.

“Sebagai langkah pencegahan, tentu kami akan menyarankan hal ini agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” kata Lalu.

Lalu menegaskan pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa perguruan tinggi harus menjadi contoh dalam hal pencegahan kekerasan seksual.

“Saya mendorong perguruan tinggi untuk memperkuat sistem pencegahan, deteksi dini, dan penanganan kasus kekerasan seksual di kampus,” tambahnya.

Ia juga menegaskan pentingnya penerapan yang efektif terhadap Peraturan Mendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan perguruan tinggi.Lalu menjelaskan bahwa regulasi tersebut mengatur berbagai hal untuk memastikan kampus menjadi tempat yang aman untuk belajar.

“Peraturan Menteri ini mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK), yang memiliki tugas menangani kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, intoleransi, serta kebijakan yang mengandung unsur kekerasan di lingkungan kampus,” jelasnya.

Selain itu, perguruan tinggi juga diwajibkan untuk menyosialisasikan kebijakan anti-kekerasan serta menyediakan mekanisme pelaporan yang aman bagi korban.

Menurut Lalu, penerapan peraturan ini secara efektif akan menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman. Ia percaya bahwa jika aturan ini dilaksanakan dengan baik, kekerasan di dunia pendidikan dapat diminimalkan.

“Kami juga mendesak penegakan hukum yang adil dan tegas terhadap pelaku, serta memastikan bahwa institusi tidak menutup-nutupi kasus untuk menjaga citra,” ujar Lalu.

Ia juga menekankan pentingnya perlindungan bagi korban, termasuk pemulihan psikologis dan hukum, agar mereka tidak mengalami reviktimisasi, yakni trauma akibat perlakuan buruk setelah kekerasan terjadi.

Sebagaimana diketahui, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Priguna dilaporkan oleh korban pada 18 Maret 2025. Tersangka diketahui menyuntik korban hingga korban tidak sadar, lalu memerkosanya.

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa pelaku ditangkap oleh anggota Ditreskrimum Polda Jabar di apartemennya di Kota Bandung pada 23 Maret 2025.

Sebelum melakukan aksinya, Priguna melakukan pengecekan darah terhadap korban, yang merupakan anak dari salah satu pasien yang dirawat di RSHS.

Menurut Hendra, tersangka meminta korban yang berinisial FH untuk diambil darah dan membawanya dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025, sekitar pukul 01.00 WIB.

Setibanya di gedung MCHC, tersangka meminta korban untuk mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau. Pakaian korban diminta oleh tersangka. Pada saat itu, tersangka melakukan pengambilan darah dengan jarum pada tangan kiri dan kanan korban sekitar 15 kali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *