JPPI Dorong Pendidikan Inklusif untuk Mengatasi Kekerasan di Sekolah
Pada tanggal 27 Desember 2024, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) merilis laporan yang mencemaskan terkait peningkatan kasus kekerasan di berbagai institusi pendidikan. Dalam laporan tersebut, JPPI mencatat sebanyak 573 insiden kekerasan yang terjadi di sekolah, madrasah, dan pesantren sepanjang tahun 2024. Angka ini mengalami peningkatan lebih dari 100 persen jika dibandingkan dengan data tahun sebelumnya. JPPI menegaskan pentingnya penerapan pendidikan yang lebih inklusif untuk mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.
Laporan tersebut mengungkapkan bahwa kekerasan tidak hanya terjadi di sekolah umum, tetapi juga melibatkan pesantren dan madrasah. Dari total kasus yang tercatat, sekitar 42 persen adalah kekerasan seksual, sementara perundungan (bullying) menyumbang 31 persen. Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menjelaskan bahwa data ini diperoleh dari pemberitaan media dan pengaduan masyarakat melalui saluran resmi JPPI. Lonjakan angka ini menandakan bahwa sekolah dan lembaga pendidikan lainnya masih belum sepenuhnya aman bagi siswa.
Ubaid menekankan pentingnya penerapan pendidikan inklusif sebagai langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Pendidikan inklusif berfokus pada pemberian akses pendidikan kepada semua siswa, termasuk yang memiliki kebutuhan khusus, serta menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif. Diharapkan, dengan pendekatan ini, stigma dan diskriminasi yang sering menjadi pemicu kekerasan di sekolah dapat dikurangi.
Selain itu, JPPI memberikan apresiasi terhadap adanya kebijakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang mengatur Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Namun, Ubaid mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini perlu diperkuat agar lebih efektif dalam mencegah terjadinya kekerasan. Saat ini, hanya sekitar 8 persen sekolah yang memiliki program penanganan kekerasan seksual yang memadai, yang menunjukkan bahwa masih ada kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kesadaran dan pelatihan bagi para pendidik.
Kekerasan yang terjadi di sekolah tidak hanya berdampak pada fisik siswa, tetapi juga mengganggu kesehatan mental mereka. Insiden kekerasan dapat meninggalkan trauma yang berlangsung lama dan mengganggu proses pembelajaran. Oleh karena itu, penting bagi pihak sekolah untuk menciptakan sistem perlindungan yang responsif terhadap kasus kekerasan.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan yang inklusif serta perlindungan terhadap siswa, JPPI berharap semua pihak—baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun masyarakat—dapat bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman. Melalui kolaborasi ini, diharapkan angka kekerasan di lembaga pendidikan dapat ditekan, sehingga siswa dapat belajar tanpa rasa takut.