Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mengkaji kemungkinan penyesuaian atau kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026. Rencana ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, namun masih memerlukan perhitungan lebih lanjut bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Menurut hitungan kami dengan Bu Menkeu, tahun 2025 kondisi BPJS Kesehatan seharusnya masih aman. Namun, pada 2026 kemungkinan perlu ada penyesuaian tarif,” ujar Budi usai bertemu Prabowo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Meski begitu, besaran kenaikan iuran masih belum ditentukan, karena perhitungan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum final. Proses ini juga akan melibatkan BPJS Kesehatan untuk memastikan kebijakan yang tepat. Setelah angka final diperoleh, Budi dan Sri Mulyani akan kembali melaporkan hasil kajian tersebut kepada Prabowo.

Budi juga menegaskan bahwa rencana kenaikan iuran tidak berkaitan dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), yang saat ini masih dalam tahap evaluasi hingga akhir Juni 2025. “Enggak ada hubungannya dengan KRIS. Angkanya juga belum ada. Makanya, kami masih harus melaporkan ke Presiden setelah perhitungannya selesai,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti juga sempat mengungkapkan kemungkinan kenaikan iuran ini. Bahkan, pada saat itu, rencana penyesuaian manfaat, tarif, dan iuran ditargetkan rampung paling lambat 1 Juli 2025.

Keputusan menaikkan iuran BPJS Kesehatan didorong oleh ancaman defisit keuangan yang terus meningkat. Sepanjang Januari hingga Oktober 2024, defisit tercatat mencapai Rp 12,83 triliun, akibat ketimpangan antara penerimaan iuran dan pembayaran klaim manfaat. Oleh karena itu, penyesuaian tarif iuran dianggap penting untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di masa mendatang.