Dua Bukti dari Satpam Hotel Fairmont Diserahkan ke Polisi Terkait Penggerudukan Rapat RUU TNI

Jakarta – Insiden penggerudukan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI dengan pemerintah terkait revisi Undang-Undang (RUU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, resmi dilaporkan ke pihak kepolisian. Pihak sekuriti hotel yang menjadi pelapor menyerahkan dua barang bukti kepada kepolisian.

“Ada dua barang bukti yang kami terima, yaitu rekaman CCTV serta video dokumentasi,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, kepada wartawan, Senin (17/3/2025).

Ade Ary mengungkapkan bahwa kasus ini kini ditangani oleh Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Proses pemeriksaan akan segera dilakukan terhadap pelapor maupun pihak yang dilaporkan.

Penyelidikan Masih Berlangsung

Menurut Ade Ary, setiap laporan yang diterima akan diproses dengan melakukan pemeriksaan awal terhadap pelapor sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

“Setelah menerima laporan, penyelidik akan menjadwalkan pemeriksaan, dimulai dari pelapor. Kami akan memberikan pembaruan seiring dengan berjalannya penyelidikan,” jelasnya.

Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. Kasus ini melibatkan beberapa pasal dalam KUHP, termasuk Pasal 172, 212, 217, 335, 503, dan 207 yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.

“Polda Metro Jaya telah menerima laporan dugaan tindak pidana yang berkaitan dengan gangguan ketertiban umum, pemaksaan dengan ancaman kekerasan, serta penghinaan terhadap otoritas negara yang dilaporkan oleh RYR,” ujar Ade Ary, Sabtu (16/3).

KontraS Menilai Laporan Tidak Berdasar

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut menanggapi laporan tersebut. Menurut Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, pihaknya belum memverifikasi laporan yang diajukan dan menilai adanya unsur pemaksaan dalam kasus ini.

Dimas menegaskan bahwa dalam aksi yang dilakukan, pihaknya telah melalui pemeriksaan keamanan dari sekuriti hotel, memastikan tidak ada barang atau benda berbahaya yang dapat mengancam keselamatan.

“Kami melihat ada unsur pemaksaan dalam laporan ini, karena sebelum aksi, kami sudah diperiksa oleh pihak keamanan hotel. Kami juga tidak membawa benda berbahaya yang bisa melukai atau mengintimidasi siapa pun,” ujarnya, Minggu (16/3).

Lebih lanjut, Dimas menekankan bahwa aksi tersebut murni bertujuan menyampaikan aspirasi tanpa unsur ancaman.

“Kami hanya melakukan orasi untuk menyampaikan tuntutan, tidak ada ancaman dalam bentuk apa pun. Namun, dalam laporan yang diajukan, ada pasal-pasal yang berkaitan dengan ancaman, yang menurut kami tidak sesuai dengan fakta di lapangan,” tambahnya.

Dimas berharap pemerintah dan DPR dapat lebih terbuka terhadap kritik tanpa perlu melibatkan pelaporan hukum.

“Jika pemerintah dan DPR tidak antikritik, seharusnya mereka bisa mencegah laporan ini. Sebab, apa yang kami lakukan masih dalam koridor yang sah sesuai dengan kebebasan berpendapat di ruang publik,” ujarnya.

KontraS menunggu kelanjutan dari laporan ini dan menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam merancang kebijakan.

“Ini adalah bentuk peringatan bagi para pembuat kebijakan agar lebih berhati-hati dalam menyusun peraturan, sehingga tidak menghasilkan regulasi yang berpotensi cacat hukum,” pungkas Dimas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *